UJI KLINIS
Uji
klinis merupakan penelitian eksperimental terencana yang dilakukan pada
manusia, pada uji klinis peneliti memberikan perlakuan atau intervensi pada
subyek penelitian, kemudian efek perlakuan tersebut diukur dan dianalisis. Bila
dibandingkan dengan study observasional, uji klinis mempunyai kapasitas yang
lebih tinggi dalam menerangkan hubungan sebab akibat. Dalam rancangan ini pula,
pariabel perancu dapat dikontrol dengan baik.
Uji
klinis sering dilaksanakan untuk membandingkan satu jenis pengobatan dengan
pengobatan lainnya. Dalam arti kata yang luas, pengobatan dapat berarti
medikamentosa, perasat bedah, terapi psikologis, diet, akupuntus, pendidikan
atau intervensi kesehatan masyarakat dan lain-lain. Uji klinis ini telah
dikenal dalam penelitian kedokteran sejak 50 tahun yang lalu, dan kini makin
menjadi penting dengan kemajuan teknologi kedokteran.
Pada
penelitian uji klinis dikenal uji klinis acak terkontrol atau randomized
control trial= RCT, yang merupakan standar obtimal uji klinis. Dalam istilah
tersebut termasuk aspek ketersamaran atau pembuatan (masking,blinding), hal
yang amat penting disamping randominasi, oleh karena itu maka hulley dan
cummings lebih menyukai istilah randomisszed blinded trial = RBT.
Uji
klinis bervariasi dari uji efektivitas obat yang sederhana, yang hanya
melibatkan beberapa puluh kasus dan dapat dikerjakan oleh satu orang peneliti,
sampai uji klinis multisenter yang menuntut organisasi yang rumit, disamping
jumlah subjek dan peneliti yang banyak, factor logistic, system informasi serta
manajemen yang rumit.
JENIS
UJI KLINIS
Uji
klinis pada dasarnya merupakan suatu rangkaian proses pengembangan pengobatan
baru. Biasanya jenis obat ataupun cara pengobatan yang akan diuji diharapkan
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada.
Uji klinis dibagi dalam 2 tahapan, yaitu:
1. Tahapan
1
Pada tahapan ini dilakukan penelitian
laboratorium yang disebut juga sebagai uji pre-klinis, dikerjakan in vitro
dengan menggunakan benatan percobaan. Tujuan penelitian tahapan 1 ini adalah
untuk mengumpulkan informasi farmakologi dan toksikologi dalam rangka untuk
mempersiapkankan penelitian selanjutnya yakni dengan menggunakan manusia
sebagai subjek penelitan
2. Tahapan
2
Pada uji klinis tahapan 2, digunakan manusia
sebagai subjek penelitian. Tahapan ii berdasarkan tujuannya dapat dibagi
menjadi 4 fase, yaitu:
·
Fase 1 :bertujuan untuk meneliti
keamanan serta toleransi pengobatan, dengan mengikutsertakan 20-100 orang
subjek penelitian.
·
Fase II : bertujuan untuk menilai system
atau dosis pengobatan yang paling efektif, biasanya dilaksanakan dengan
mengikutsertakan sebanyak 100-200 subjek penelitian.
·
Fase III : bertujuan untuk mengevaluasi
obat atau cara pengobatan baru dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada (pengobatan
standal). Uji klinis yang banyak dilakukan termasuk dalam fase ini. Baku emas
uji klinis fase III adalah uji klinis acak terkontrol.
·
Fase IV : bertujuan untuk mengevaluasi obat baru yang
telah dipakai dimasyarakat dalam jangka waktu yang relative lama (5 tahun atau
lebih). Fase ini penting karena terdapat kemungkinan efek samping obat timbul
setelah lebih banyak pemakai. Fase ini disebut juga sebagai uji klinis
pascapasar (post marketing).
DESAIN UJI KLINIS
Pada uji klinis dilakukan untuk mengetahui hubungan sebab
akibat antara variable bebas (predictor) dengan variabel tergantung (efek)
dalam periode waktu tertentu. Hasil uji klinis ditentukan berdasarkan atas
perbedaan efek yang terjadi pada kelompok perlakuan dengan pada kelompok
control. Efek yang dinilai dapat merupakan kematian, kejadian klinis ataupun
hasil laboratorium dan dapat berskala nominal, ordinal ataupun numeric.
Uji klinis sesungguhnya sangat mirif dengan study kohort,
karena kelompok perlakuan dan control
diikuti diobservasi sampai terjadi efek. Perbedaannya, pada uji klinis baik
alokasi subjek maupun metode perlakuan pada subjek ditentukan oleh peneliti
untuk memastikan bahwa kedua kelompok subjek sebanding dengan sedikit mungkin
bisa.
Hal
122
3. Analisis
interim
Dalam beberapa keadaan mungkin teori dan
pengalaman tidak cukup untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang akan ditemukan
antara kelompok terapi dan kelompok control tidak terlalu besar. Dalam keadaan
tersebut, yakni bila dengan subyek yang sedikit susah dapat diperoleh
kesimpulan yang definitive, bila peneliti meneruskan uji klinis berarti ia
membiarkan salah satu kelompok memperoleh pengobatan yang inferior, keadaan ini
jelas tidak etis. Karenanya, bila terdapat kemungkinan beda efek yang sangat
besar antara kelompok pengobatan dan kelompok control, maka diperlukan suatu
prosedur untuk menilai hasil antara sebelum penelitian selesai dilakukan.
Prosedur ini disebut sebagai analisis interin.
Bagaimana
patokan untuk melakukan analisis interin? Seyogyanya terdapat criteria objektif
untuk menghentikan uji klinis, yakni criteria statistic. Untuk hal ini perlu
diperhatikan 2 hal yakni:
a. Nilai
kemaknaan yang semula dipilih
b. Berapa
kali analisis interin diperlukan.
Dengan subyek yang lebih sediki dari
yang dihitung semula, nilai p<0,05 mungkin ditemukan meskipun sebenarnya
kebenarannya tidak dapat perbedaan. Oleh karena itu pada analisis interim nilai
kemaknaan yang semula dipilih tidak dapat dipakai sebagai batas untuk
menghentikan uji klinis, melainkan harus dipilih nilai yang lebih rendah.
Sebagai batasan umum,bila rencana analisis interim tidak lebih dari 5 kali,
batas p<0,01 dapat dipakai sebagai batas untuk menghentikan uji klinis.
Analisis
interim dapat pula dilakukan atas alas an praktis, misalnya masalah biaya, kendala
waktu, keterbatasan jumlah subyek, dan sebagainya; akan tetapi karena prosedur
ini mempunyai konsekuensi yang penting, uji klinis yang terencana dengan baik
seyogyanya tidak dipergunakan hal-hal tersebut untuk alas an melakukan analisis
interim. Analisis interim juga hanya dibenarkan terhadap efek yang penting,
misalnya hidup-mati, dan bukan terhadap efek yang tidak berbahaya, misalnya kadar kolesterol atau kenaikan berat
badan.
4. Pemantauan
pselama penelitian
Pemantauan kemajuan penelitian penting untuk
menilai kelanjutan penelitian, hal-hal yang perlu dipantau adalah:
a. Kepatuahan
pasien (compliance)
Kurang lebih separuh subjek penelitioan
cenderung tidak memenuhi petunjuk penelitian. Banyak factor yang mempengaruhi
kepatuhan pasien ini, antara lain sifat obat (rasa, frekuensi pemberian, efek
samping), biaya, penjelasan sebelum penelitian, sikap dan cara pendekatan
peneliti kepada subyek, tingkat pendidikan subyek, lokasi klinik, dan
lain-lain. Untuk mengurangi ketidakpatuhan, subyek perlu diberi pengertian
mengenai tujuan dan cara penelitian, penjelasan dosis dan cara pemberian obat
dan untuk pasien rawat inap dapat diawasi oleh perawat khusus.
b. Drop
out
Criteria drop out dan cara mengatasinya
harus dijelaskan dalam usulan. Yang termasuk drop out adalah pasien yang telah
masuk dalam randominasi akan tetapi oleh suatu sebab tidak dilanjutkan
pengobatan. Pasien yang menolak atau mengundurkan diri sebelum dilakukan
randominasi tidak dihitung sebagai drop out. Pasien yang tidak datang untuk
tindak lanjut perlu dikunjungi kerumahnya untuk mengetahui sebabnya tidak
datang. Bila pasien menghentikan pengobatan dengan alasan obat tidak bermanfaat
atau perjalanan penyakit memburuk harus dilaporkan sebagai kegagalan pengobatan
dan bukan drop out. Perlu diingat bahwa dalam uji klinis pragmatis pasien drop
out harus dimasukan di dalam pengolahan data.
c. Efek
samping
Dalam uji klinis laporan mengenai efek
samping obat sangat penting. Didalam usulan penelitian harus sudah dicantumkan
bagaimana mengatasi efek samping dan disebutkan institusi atau orang yang harus
dihubungi bila hal ini terjadi.
d. Penyimpangan
protocol
Didalam usulan sebaiknya dikemukakan
pula bagaimana cara mengatasi bila terjadi hal yang menyimpang dari protocol,
tanpa haru menunggu sampai hal itu terjadi. Misalnya pelajari dulu kepatuhan
pasien terhadap obat yang diberikan, juga modifikasi dosis obat pada pasien
yang mengalami efek samping pada dosis yang ditentukan, deperti halnya dengan
upaya menghindarkan drop out, peneliti harus berupaya untuk menghindarkan
penyimpangan dari proposal.
5. Rencana
data
Walaupun masalah pencatatan data tidak
merupakan hal istimewa didalam uji klinis, kualitas formulir pencatatan pasien
sangat menentukan kualitas data yang akan diolah; karena pencatatan berperan
pada keberhasilan penelitia.
6. Organisasi
uji klinis
Struktur organisasi uji klinis perlu
dibuat, khususnya pada uji klinis multisenter, sehingga dapat diketahui dengan
jelas tugas dan tanggung jawab personil yang turut dalam penelitian.
7. Surat
persetujuan penelitian (informet consent)
Surat ini diperlukan sebelum pengobatan
dilakukan, informed consent ini berisi penjelasan kepada calon subyek mengenai
tujuan, untung rugi turut didalam uji klinis dan apa yang akan dilakukan bila
timbul efek smaping. Pada dasarnya informed consent ini dibuat sebagai bukti
pengakuan dari komite etik bahwa penelitian ini dikerjakan dengan mengacuhkan
kode etik penelitian.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN UJI KLINIS
KEUNTUNGAN UJI KLINIS
Secara epidemiologi
sebenarnya uji klinis terasa agak kaku, walaupun demikian uji klinis mempunyai
keuntungan antara lain:
1.
Dengan dilakukannya randominasi maka
dapat dikontrol secara efektif, oleh karena factor confounding akan terbagi
secara seimbang diantara kedua kelompok subyek.
2.
Criteria inklusi, perlakuan dan outcome
telah ditentuakan terlebih dahulu.
3.
Statistic akan lebih efektif, oleh
karena :
a. Jumlah
kelompok perlakuan dan control sebanding
b. Kekuatan
atau power statistic tinggi
4.
Uji klinis secara teori sangat menguntungkan
oleh karena banyak metode statistic harus berdasarkan pemilihab subyek secara
random.
5.
Kelompok subyek merupakan kelompok
sebanding sehingga intervensi dari luar setelah randominasi tidak banyak
berpengaruh terhadap hasil penelitian selama intervensi tersebut mengenai kedua
kelompok subyek.
KERUGIAN
1. Desain
dan pelaksanaan uji klinis kompleks dan mahal
2. Uji
klinis mungkin dilakukan dengan seleksi tertentu sehingga tidak
representative terhadap populasi
terjangkau atau populasi target.
3. Uji
klinis paling sering dihadapkan kepada masalah etik, misalnya apakah etis bila
kita memberikan pengobatan pada kelompok perlakuan namun tidak mengobati
kelompok control.
4. Kadang-kadang
uji klinis sangat tidak praktis.
RINGKASAN
1. Uji
klinis merupakanstudi eksperimental yang dilakukan pada manusia berbeda pada
study observasional, pada uji klinis peneliti mengalokasi subyek yang menerima
pengobatan dan yang tidak menerima pengobatan tertentu. Uji klinis obat yang
banyak dilakukan merupakan uji klinis fase ke III.
2. Diantara
banyak jenis desain uji klinis , yang banyak digunakan adalah desain
perbandingan parallel dan desain menyilang. Dari desain parallel, uji klinis
tersamar ganda dianggap sebagai baku emas untuk menguji pengobatan baru. Dalam
desain ini telah tercakup alokasi random serta pelaksana penelitian yang
memungkinkanpasien serta peneliti tidak mengetahui jenis obat yang diberikan.
3.
Alokasi random merupakan salah satu
langkah yang penting pada uji klinis, karena apabila dilakukan dengan baik dan
jumlah subyek cukup, semua variabel pada kedua kelompok akan sebanding sehingga
bila ada perbedaan efek, perbedaan tersebut oleh perbedaan perlakuan dan bukan
oleh factor lain.
4.
Factor lain yang cukup berat pada uji
klinis adalah mempertahankan agar setiap pasien yang masuk penelitian dapat
diobservasi sampai selesai.makin banyak pasien yang keluar dari penelitian,
kesahihan hasil penelitian makin berkurang.
5.
Dalam analisis harus diperhatikan apakah
uji bklinis tersebut merupakanuji klinis pragmagmatik (untuk menilai efektifitas
obat dalam tata laksana pasien).atau uji klinis explanatory
(menerangkan,efficacy secara farmakologis). Pada uji klinis pregmatik (dengan
efek nominal). Setiap subyek yang telah dirandominasi harus diikut sertakan
dalam analisis dalam kelompok semula (intention to treat analysis). Pada uji
klinis explonatory analisis hanya dilakukan pada subyek yang menyelesaikan
penelitian (on treatment analysis), untuk ini desain harus dibuat ideal
sehingga seyogyanya tidak ada subyek yang keluar dari penelitian.
6.
Agar hasil uji klinis sahih, maka
pelbagai nilai positif uji klinis harus dibayar dengan persiapan matang dan
rumit, sering mahal dengan memungkinkan peneliti terhadap dengan masalah etika.